Fungsi jurnal
penyesuaian persediaan barang dagang mencerminkan kegiatan bisnis yang telah
terjadi tetapi masih belum tercatat atau karena terdapat dokumen transaksi yang
belum sampai ke tangan akuntan Jurnal penyesuaian memiliki tujuan untuk membuat pendapatan
dan pengeluaran dalam laporan laba rugi dan aset dan
kewajiban dalam laporan neraca dilaporkan dengan nilai
yang sesungguhnya. Dengan demikian, setiap jurnal penyesuaian mempengaruhi
laporan laba rugi dan laporan neraca. Jurnal penyesuaian terbagi ke dalam dua kategori utama
pencatatan secara akrual (accrual basis) dan transaksi yang
ditangguhkan (yang ditunda sementara). Contoh akun yang terlibat langsung dengan jurnal penyesuaian adalah pendapatan yang masih harus dibayar, biaya yang masih harus dibayar, pendapatan yang belum diakui dan biaya dibayar di muka. Mengenal
Jurnal Penyesuaian Persediaan Barang Dagang Untuk perusahaan dagang, persediaan
barang masuk ke dalam kategori biaya dibayar di muka karena sejatinya
perusahaan membeli persediaan sebelum digunakan (dijual). Implikasinya dalam sistem pencatatan
perpetual, ketika terjadi transaksi pembelian persediaan, perusahaan
mencatatnya sebagai aset dan mencatat biaya (harga pokok
penjualan) ketika terjadi penjualan. Lagi dan lagi, entri jurnal
penyesuaian tergantung pada metode
pencatatan persediaan yang digunakan, apakah itu FIFO LIFO Average. Untuk langkah penyesuaian dalam
penilaian persediaan, setiap perusahaan atau bisnis melakukan stock
opname di akhir bulan untuk mengetahui nilai sesungguhnya
dari persediaan akhir. Nilai sesungguhnya dari stock
opname tersebut akan dicocokkan dengan nilai persediaan akhir pada
laporan laba rugi. Jika terjadi ketidakcocokan, maka di sini peran jurnal
penyesuaian bekerja. Di bawah metode persediaan
perpetual, perusahaan membandingkan nilai jumlah persediaan akhir fisik dari
hasil stock opname dengan jumlah persediaan akhir di neraca
saldo yang belum disesuaikan. Jika terdapat perbedaan (hampir
selalu ada dengan berbagai alasan, seperti karena pencurian, kerusakan,
pemborosan, atau kesalahan karyawan), maka jurnal penyesuaian harus dibuat. Sebagai contoh, nilai pada akun
persediaan akhir dan HPP di neraca saldo yang belum disesuaikan perusahaan Maju
Jaya adalah Rp5.000.000 dan Rp120.000.000. Ternyata setelah dilakukan stock
opname, nilai persediaan akhir yang sesungguhnya adalah Rp4.800.000. Perbedaan ini harus disesuaikan dan
dicatat dengan jurnal penyesuaian yang berimplikasi kepada turunnya nilai
persediaan dan naiknya biaya HPP. Jika yang terjadi sebaliknya,
hasil stock opname menunjukkan nilai persediaan akhir lebih
besar dari nilai di neraca saldo yang belum disesuaikan, di mana ini jarang
terjadi di beberapa perusahaan maka pencatatannya tinggal dibalik saja yaitu
akun persediaan didebit dan akun HPP dikredit. Contoh cara
mencatat jurnal penyesuaian adalah sebagai berikut (Rp5.000.000
– Rp4.800.000 = Rp200.000): Berdasarkan metode persediaan
periodik, perusahaan tidak mencatat transaksi pembelian atau penjualan langsung
ke akun persediaan. Saldo-saldo yang belum disesuaikan
untuk persediaan mewakili saldo akhir periode lalu dan tidak termasuk dari
periode saat ini. Dan tentunya HPP belum tercatat
selama periode berjalan. Perusahaan menggunakan hasil stock
opname sebagai saldo persediaan akhir dan untuk menghitung jumlah
penyesuaian yang diperlukan. Untuk mengetahui nilai HPP,
perusahaan harus mengetahui: Nilai persediaan awal Pembelian persediaan bersih selama
periode berjalan (pembelian + biaya angkut pembelian – diskon pembelian – retur
pembelian) Nilai persediaan akhir
Sebagai contoh, perusahaan Sejahtera
Abadi mempunyai data neraca saldo yang belum disesuaikan sebagai berikut: Pada akhir periode akuntansi,
perusahaan harus melakukan jurnal penyesuaian untuk menutup akun pembelian
kepada akun persediaan. Berikut jurnal penyesuaiannya: Hasil stock opname pada
akhir bulan menunjukkan bahwasanya persediaan akhir bernilai R p35.000.000. Maka. HPP pada perusahaan Sejahtera
Abadi adalah Rp 25.000.000 (persediaan awal) + Rp
169.550.000 (persediaan tersedia) – Rp 35.000.000 (persediaan akhir) = Rp
159.550.000. Setelah mengetahui nilai HPP,
barulah perusahaan membuat jurnal penyesuaian untuk metode periodik ini, yaitu
adalah sebagai berikut. Kesimpulan Kesimpulannya, metode perpetual
hanya membutuhkan satu jurnal penyesuaian pada akhir periode dengan hanya
membandingkan nilai persediaan akhir pada neraca saldo yang
belum disesuaikan dengan hasil stock opname. Sedangkan metode periodik
membutuhkan dua jurnal penyesuaian ketika menutup akun pembelian kepada akun
persediaan dan memasukkan hasil perbedaan antara nilai persediaan akhir dari
neraca saldo yang belum disesuaikan dengan hasil stock opname. Baik dari metode perpetual ataupun
periodik, jurnal penyesuaian persediaan barang dagang memiliki fungsi penting
untuk mendapatkan nilai sesungguhnya dari akun persediaan. Tentunya jika proses pembuatan
jurnal penyesuaian dikerjakan secara otomatis
|