Transfer pricing adalah suatu
kebijakan yang diatur oleh perusahaan untuk menentukan harga transfer atas
suatu transaksi, baik harga atas barang, jasa, harta tak berwujud, ataupun
transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan. Transfer pricing bisa
juga diartikan sebagai besaran harga yang dibebankan satuan usaha individu pada
perseroan multi satuan atas transaksi yang terjadi di antara mereka. Tujuan Penerapan Transfer Pricing Apa sih sebenarnya tujuan dari penerapan transfer
pricing? Ada 7 hal yang menjadi tujuan dari transaksi ini, di
antaranya: 1. Pengoptimalan atas penghasilan global
setelah dipotong pajak. 2. Evaluasi kinerja cabang perusahaan
mancanegara. 3. Mengupayakan keamanan posisi
kompetitif. Upaya keamanan ini bertujuan untuk
memaksimalkan penghasilan global, mengamankan posisi kompetitif cabang
perusahaan, mengevaluasi kinerja cabang perusahaan mancanegara, menghindari
pengendalian devisa, mengurangi risiko moneter, mengatur arus kas cabang
perusahaan, membina hubungan baik dengan administrasi setempat, mengurangi
risiko pengambilalihan oleh pemerintah, mengurangi beban pengenaan pajak dan
bea masuk. 4. Mengurangi risiko keuangan. 5. Mengatur arus kas pada cabang
perusahaan. 6. Mengurangi risiko pengambilalihan
pemerintah. 7. Mengurangi beban tanggungan pajak dan
bea masuk Jenis dan Aspek
Transfer Pricing Berdasarkan pihak yang terlibat di dalamnya, transaksi
ini dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu: Intercompany transfer pricing Transaksi yang terjadi antara dua perusahaan yang
mempunyai hubungan istimewa. Intracompany transfer pricing Transaksi yang terjadi antar divisi
dalam suatu perusahaan. Transfer pricing dapat dilakukan
pada suatu perusahaan dalam suatu negara (domestic transfer pricing),
maupun dengan negara yang berbeda (international transfer pricing). Transfer pricing meliputi
beberapa aspek, di antaranya: Harta Berwujud Harta berwujud merujuk pada semua aset fisik bisnis,
yang dapat meliputi persediaan (bahan mentah, barang setengah jadi &
barang jadi, serta barang dagangan lainnya), mesin & peralatan, inventaris,
tanah & bangunan, barang modal & bidang keperluan usaha lainnya. Harta Tidak Berwujud Harta tak berwujud dari aspek transfer pricing dibedakan
antara manufacturing intangibles (yang timbul karena kegiatan
pabrikasi atau upaya peneliatan dan pengembangan oleh produsen) dan marketing
intangibles (yang berasal dari upaya pemasaran, distribusi dan jasa
purna jual) Penyerahan Jasa Dari aspek harga transfer, penyerahan jasa kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa dapat berkisar dari yang sederhana,
seperti jasa rutin akuntansi dan legal, jasa teknis antar perusahaan, hingga
pengiriman karyawan. Contoh Kasus PT Abadi Jaya Esa yang berkedudukan di
negara Malaysia memiliki anak perusahaan di Indonesia, yaitu PT Abadi Jaya
Makmur. Untuk memproduksi mainan yang dijual di Indonesia, PT Abadi jaya Makmur
mengimpor bahan baku dari Abadi Jaya Esa. PT Abadi Jaya Esa yang berkedudukan di
negara Malaysia memiliki anak perusahaan di Indonesia yaitu PT Abadi Jaya
Makmur. Untuk memproduksi mainan yang dijual di Indonesia, PT Abadi jaya Makmur
mengimpor bahan baku dari Abadi Jaya Esa. Jika harga wajar bahan baku tersebut
misalnya US$10/buah, dalam transaksi antara PT Abadi Jaya Esa dan PT Abadi Jaya
Makmur harga bahan baku yang sama dijual dengan harga US$30/buah. Maka, harga yang di-markup terjadi karena
prinsip harga pasar wajar (Arm’s Length Price Principle). Mengapa perusahaan
menerapkan prinsip ini?
Motivasi Transfer Pricing di Indonesia Karena adanya beberapa motif yang diketahui pemerintah
tentang manipulasi harga ini, perusahaan diwajibkan oleh Direktorat Jenderal
Pajak untuk melakukan transaksi afiliasi di dalam dan luar negeri. Hal ini
dilakukan untuk menyusun dan menyerahkan Dokumen Penetapan Harga Transfer
sesuai dengan kebijakan pelaporan yang ditetapkan. Ada beberapa hal yang menjadi motivasi dilaksanakannya
manipulasi harga ini di Indonesia, di antaranya.
Memperkecil akibat pembatasan
dan ketidakpastian atas risiko kegiatan usaha perusahaan luar negeri. |