Dari Paylater Kita Belajar Banyak Hal

Di jaman saat ini masyarakat kian dimudahkan dalam melakukan transaksi khususnya pembelian online. Kehadiran sistem Paylater atau Bayar Kemudian yang banyak disediakan aplikasi belanja online seperti Shopee, Tokopedia, Traveloka, Akulaku, Gopay, Ovo dan masih banyak lainnya.

Secara personal saya pernah memanfaatkan sistem Paylater dari salah satu aplikasi belanja di atas. Bahkan saya hanya menggunakan Paylater hanya untuk membeli pulsa atau barang yang harganya tidak mahal. Sebenarnya saya hanya iseng saja karena ingin tahu seperti apa sistem pembayaran ini namun saya tidak ingin menggunakan untuk skala belanja besar.

Kemudahan ini tentu membuat masyarakat khususnya penyuka belanja online merasa diuntungkan. Ini karena mereka bisa mendapatkan barang atau jasa terlebih dahulu dengan membayar belakangan. Sistem ini mirip penggunaan kartu kredit namun tanpa media fisik seperti kartu.

Umumnya aplikasi ini memberikan fasilitas Paylater melalui limit kredit di akun pengguna. Kita akan diberikan suatu limit khusus seperti 3 juta, 5 juta dan sebagainya yang bisa kita gunakan untuk membeli barang/jasa.

Tentu untuk mendapatkan fasilitas ini, kita perlu memasukan data diri dan beberapa berkas pendukung yang akan diverifikasi oleh admin penyedia Paylater. Seingat saya, dulu saya pernah mendapatkan limit hingga 7 juga di salah satu penyedia Paylater. Nominal yang cukup besar saat itu.

Ironisnya, kemudahan fasilitas ini ternyata membawa dampak buruk khususnya bagi mereka yang memiliki tingkat konsumtif tinggi namun dengan pendapatan rendah. Sudah banyak pengguna Paylater yang memberikan keluhan atau terjebak dalam jeratan Paylater.

Seorang teman saya sebut saja Dirga, dirinya suka menggunakan Paylater untuk membeli tiket pesawat serta akomodasi selama liburan. Baginya dengan adanya fasilitas ini, dirinya bisa menyalurkan hobi traveling meski dirinya tidak memiliki tabungan khusus. Memanfaatkan fasilitas Paylater, dirinya bisa berwisata tanpa perlu mengeluarkan modal di awal.

Kenyamanan ini membuat Dirga terlena, dirinya memanfaatkan semua limit untuk membeli tiket pesawat, menyewa penginapan berbintang hingga urusan sepele seperti membeli paket internet. Kenyamanan ini justru membawa petaka, limit yang tidak jauh berbeda dengan gaji yang diterima bulanan membuat dirinya stres dalam mengatur keuangan.

Setiap bulannya, ia harus mengalokasikan sebagian besar gajinya hanya untuk membayar tagihan Paylater. Kekhawatiran tersebut jika dirinya telah meski hanya sehari, dirinya akan dibebankan bunga harian serta tidak jarang dirinya dihubungi oleh Collector penyedia jasa yang terkesan "meneror' dirinya setiap saat.

Belajar pada pengalaman saya serta beberapa orang pengguna Paylater. Saya mengibaratkan aplikasi ini memberikan 2 hal tergantung bagaimana kita memanfaatkan kemudahan ini. Kita bisa menganalisa sederhana apa dampak Paylater jika dilihat dari 2 sisi seperti yang akan saya jabarkan di bawah ini.

Paylater Ibarat Madu Yang Memberikan Kemanisan

Tujuan utama hadirnya sistem Paylater tentu untuk memberikan kemudahan bagi pengguna dalam bertransaksi. Saya menempatkan paylater ibarat madu yang justru dibutuhkan oleh masyarakat. Kenapa?

Ada kisah seseorang sebut saja Iwan yang merasa beruntung karena tersedia fasilitas Paylater. Iwan mendapatkan kabar berduka bahwa ayahnya meninggal dunia. Posisi Iwan yang berada di tanah rantau membuat dirinya bingung, sedih dan stres sekaligus karena dirinya tidak memiliki tabungan untuk ke kampung halaman untuk melihat si ayah terakhir kali.

 

Beruntunglah ada Paylater yang membuat dirinya bisa memesan tiket pesawat untuk pulang ke rumah orang tuanya dengan segera. Tanpa ada Paylater, pikiran dirinya akan bercabang karena tidak mudah meminjam uang secara tiba-tiba untuk pulang ke rumah orang tua.

Pada masa pandemi ini, tidak sedikit orang tua yang bingung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk biaya sekolah anak. Saat tahun ajaran baru, anak tentu membutuhkan buku, seragam, dan mungkin sepeda untuk transportasi ke sekolah.

Orang tua memanfaatkan Paylater untuk memenuhi kebutuhan ini agar penghasilan bulanan bisa tetap difokuskan untuk membeli kebutuhan sehari-hari yang lebih urgen.

Dari kasus ini ada dari masyarakat yang merasa terbantu dengan hadirnya Paylater bahkan bisa dianggap sebagai "penyelamat". Paylater tidak akan memberatkan seandainya kita menggunakan Paylater secara bijak.

Langkah bijak pertama, kita hanya menggunakan limit Paylater hanya sesuai kebutuhan. Misalkan kita mendapatkan limit sebesar 5 juta namun hanya memanfaatkan 1 juta saja untuk membeli sesuatu yang urgensi. Jika tidak ada kebutuhan urgen, dirinya tidak akan menggunakan limit tersebut.

Langkah bijak kedua, kita sudah mengatur porsi batas pinjaman dengan membandingkan dengan penghasilan. Contoh gaji bulanan kita sebesar 4 juta/bulan. Maka akan bijak jika kita membatasi pengguaan kurang dari 20 persen dari gaji. Atau bahkan meminta limit maksimal seperempat gaji. 

Tujuan agar kita bisa menekan pengeluaran bulanan serta kita tidak terbebani dengan hutang pinjaman yang besar. Jika kita bisa menerapkan hal ini tentu Paylater akan menjadi madu yang memberikan kesan manis dalam aktivitas keuangan kita.

Paylater Ibarat Racun Yang Memberikan Kepahitan

Ini akan terjadi jika kita tidak bijak dalam menggunakan Paylater. Umumnya orang yang terjebak dalam Paylater karena mereka terjebak dalam 2 posisi.

Posisi Pertama : Tingkat Konsumtif Tinggi. Sudah banyak saya menemukan kasus orang yang berpenghasilan pas-pasan namun memiliki jiwa konsumtif tinggi. Umumnya mereka membeli banyak barang hanya memenuhi hawa nafsu sesaat tanpa mempertimbangkan asas urgensi.

Hal yang bikin saya gerah melihat teman menggunakan Paylater untuk membeli Handphone merk terkenal dan keluaran terbaru. Padahal harga gawai tersebut melebihi gaji yang diterima.

Mindset teman saya sepertinya keliru memaknai Paylater. Paylater bukanlah hadiah limit yang diberikan cuma-cuma kepada pengguna melainkan batas pinjaman. Kata pinjaman harus digarisbawahi dimana kita diwajibkan untuk mengembalikan dengan syarat dan ketentuan khusus seperti bunga, biaya administrasi, atau denda bagi yang telat.

Posisi Kedua : Jiwa Berhutang Terlalu Dominan. Jika berhutang sudah menjadi karakter maka hal ini akan sangat susah diubah. Ini mirip orang yang suka gali lobang tutup lobang untuk mencari pinjaman atau memang hobi berhutang namun ingkar membayar.

 

Semoga Bermanfaat

 

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved