Sebagai pemahaman dasar, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 tidak
dikenakan pada objek pajak tertentu, melainkan hanyalah metode
pembayaran pajak yang memiliki tarif sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Tujuan adanya metode pembayaran pajak penghasilan pasal 25 ini tidak lain agar tidak membebani wajib pajak. Sehingga WP dapat membayar pajak penghasilan terutangnya dengan cara
diangsur mengikuti mekanisme dan sesuai tarif PPh 25 badan bagi wajib
pajak badan maupun pribadi.
Artinya, WP badan tidak harus membayar seluruh PPh terutangnya secara
langsung, tapi memiliki opsi dengan cara diangsur setiap bulan,
sehingga tidak membebani.
Berbeda dengan jenis pajak penghasilan lainnya, PPh Pasal 25 memiliki kategori dan cara penghitungannya sendiri. Merujuk Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 38 Tahun 2008, pengertian
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah pembayaran pajak atas penghasilan
secara angsuran setiap bulannya dalam waktu satu tahun.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus
dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak
penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh
tahun pajak yang lalu dikurangi:
- PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23
serta PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
- Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12
bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
A. Ketentuan Besarnya Angsuran
Sebagaimana dijelaskan pada Pasal 25 ayat (1) di atas, bahwa besar
angsuran PPh 25 adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut
SPT Tahunan.
Lalu, bagaimana jika angsuran dilakukan sebelum SPT Tahunan disampaikan?
Merujuk Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan
(UU PPh), besarnya angsuran pajak yang harus dibayar wajib pajak untuk
bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sama dengan
besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Sedangkan dalam Pasal 25 ayat (4) disebutkan, apabila dalam tahun
pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak
yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP
tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan
SKP.
B. Siapa yang Menghitung Angsuran PPh 25?
Seperti diketahui, penerapan pajak penghasilan di Indonesia menganut sistem self assessment, yang artinya wajib pajak sendiri yang melakukan penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilannya.
Namun ada kalanya DJP yang menentukan besar angsuran PPh 25 tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (6) UU PPh.
DJP berwenang menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam
tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
- Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
- Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
- SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
- Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh;
- Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan;
dan
- Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
Sementara itu, Menteri Keuangan dapat menetapkan penghitungan
besarnya angsuran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (7) yakni
bagi:
- WP baru
- Bank, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), WP masuk bursa, dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan
ketentuan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala
- WP orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto
- https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-pph-pasal-25/
|