Sunk Cost Fallacy dalam Investasi

Apa itu Sunk Cost ?

Sebagian dari kalian mungkin sudah familier dengan istilah sunk cost, akan tetapi mungkin anda tidak begitu familier dengan istilah sunk cost fallacy. Dalam bidang akuntansi secara sederhana sunk cost diartikan sebagai biaya hangus atau biaya yang terjadi di masa lalu dan tidak dapat diubah sekarang maupun di masa mendatang lebih lanjut menurut bahasa sunk cost didefinisikan sebagai biaya dengan potensi kecil atau bahkan tidak berpotensi sama sekali menghasilkan keuntungan di masa depan. Sementara itu di dunia bisnis, pengertian sunk cost adalah biaya yang terlanjur dikeluarkan perusahaan dan tidak mungkin didapatkan lagi, baik menghasilkan keuntungan atau tidak. Perbedaan pengertian sunk cost dari segi bahasa dan bisnis terjadi karena tidak semua sunk cost menghasilkan 100% kerugian bagi perusahaan. Berangkat dari istilah tersebut maka selanjutnya muncul fenomena suck cost fallacy.

Pengertian Sunk Cost Fallacy

Sunk cost fallacy merujuk pada kekeliruan sikap terhadap biaya hangus, atau dapat juga diartikan sebagai kesalahan logika yang diambil untuk menghindari terjadinya sunk cost. Salah logika sunk cost adalah salah satu kekeliruan paling sering dialami seseorang atau suatu bisnis saat ingin meningkatkan efisiensi biaya.

Contoh sunk cost fallacy paling sering terjadi di kehidupan sehari-hari misalnya seseorang salah beli tiket nonton film. Daripada rugi, akhirnya seseorang tersebut memutuskan tetap menonton film. Bukannya merasa senang, di akhir film orang tersebut jadi tidak selera makan, karena film barusan adalah film bergenre sadis.

Di dunia bisnis, contoh sunk cost fallacy misalnya perusahaan menolak membeli mesin baru karena efisiensi biaya. Pada akhirnya, mesin-mesin yang ada sekarang dipaksa bekerja melebihi kapasitas sehingga rusak semuanya. Akhirnya perusahaan harus membayar lebih banyak biaya perawatan daripada biaya beli mesin baru.

Dalam investasi sendiri, sering kali ditemukan beberapa orang yang tetap memilih setia pada suatu saham meskipun saham tersebut tren nya sedang turun. Beberapa orang tersebut memilih untuk tetap berinvestasi karena mereka sudah terlanjur banyak mengeluarkan uang dan merasa sayang untuk meninggalkan saham tersebut..

Sunk Cost Fallacy Investasi

Fenomena sunk cost fallacy dalam investasi dapat digambarkan dengan istilah ‘kebucinan’ atau rasa sayang berlebih. Dimana seseornag sudah mngetahui bahwa saham yang dimiliki turun, akan tetapi karena sudah terlanjur sayang maka tetap menambah sahan tersebut. Sebagai contoh kondisi pandemi saat ini menyebabkan saham yang bergerak pada bidang consumer goods atau barang konsumsi sehari-hari saham perusahaan mengalami penurunan. Ada dua tipikal orang dalam bermain saham, yaitu sebagai investor dan trader. Orang dengan tipe investor akan melihat ini sebagai sebuah kesempatan karena harga di pasar bisa dikatakan murah. Dengan membeli di harga yang murah ke depannya jika harga naik mereka akan menjualnya. Sedangkan bagi orang dengan tipe trader, tren turun mungkin akan memengaruhi mereka. Hal ini disebabkan karena mereka butuh keuntungan yang instan dan dalam waktu yang singkat, sebagai trader apabila keputusan tersebut tidak didasari dengan analisis yang mendalam maka potensi sunk cost fallacy bisa terjadi.  

Menghindari Sunk Cost Fallacy

Merujuk pada definisi dari sunk cost, kita dapat memahami dasar keputusan yang diambil ketika suatu biaya dikeluarkan. Namun demikian seiring berjalannya waktu sunk cost dapat menimbulkan kekeliruan dalam pengambilan keputusan (sunk cost fallacy). Bagaimana cara agar tidak terjebak pada sunk cost fallacy saat berinvestasi ?. Terdapat dua cara yang bisa dilakukan agar tidak terjebak dalam sunk cost fallacy saat berinvestasi. Pertama, lakukan perencanaan yang baik dalam berinvestasi. Perencanaan investasi menjadi penting sebelum akhirnya mantap memutuskan untuk investasi. Sebagai investor tentu harapannya adalah tren saham naik dan memberi profit. Namun terkadang hal tersebut tidak selalu terjadi di lapangan, sehingga perlu rencana lain yang harus dilakukan. Bagi investor yang tidak memiliki rencana pasti akan kesulitan untuk menerima kerugian yang terjadi Kedua, melakukan diversifikasi ke beberapa sektor, hal ini dapat dilakukan dengan melakukan diversifikasi minimal ke tiga saham dengan sektor yang berbeda. Hal ini dilakukan agar menyelamatkan keuangan ketika di satu sektor terjadi kerugian.




 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved